Assalamu’alaikum warahmatullahii wabarakatuh
Immawan maupun Immawati mengakhiri sebuah
majelis, biasanya kalimat Fastabiqul Khairat selalu muncul di belakangnya. Ternyata
kalimat ini berasal dari potongan ayat dalam Al Qur'an (Al Baqarah 148):
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (berbuat)
yang terbaik. Di mana saja kalian berada pasti Allah akan mengumpulkanmu semua
(pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Kalimat Billahi dalam tatanan bahasa Indonesia maupun keistilaan
merupakan sebuah perwakilan hati nurani untuk mencapai kebenaran yang di ukur
melalui kekuatan moralitas dan prilaku manusia. Billahi adalah refresentasi naluri dan gagasan yang di
aktualisasikan dalam prinsip nilai kemanusiaan sehingga menjadi bagian yang
terintegrasi satu sama lainnya. Sementara kalimat Fii Sabilil haq membawa makna tersendiri dan tak terpisahkan dari
substansinya dengan pemaksimalan potensi diri yang didukung oleh kekuatan
moralitas dan prilaku yang baik sebagai jembatan untuk mencapai keberkatan dan
keberkahan. Arti jembatan dalam prinsip Fii Sabilil haq adalah alat untuk menunaikan segala kemampuan gagasan,
material, spirit dan etos kerja untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
keillahiannya sebagai spirit amal sholeh menuju kebahagiaan hakiki.
Lalu apa
kaitannya dengan IMM?
Ya, pertanyaan tersebut kemudian muncul,
mengapa IMM menggunakan kalimat tersebut? Hakikat dari "Berlomba-lomba
dalam kebaikan" adalah terus berupaya melakukan kebaikan
sebanyak-banyaknya. Kebaikan-kebaikan tersebut kemudian dikaitkan dengan Tri
Kompetensi dasar yang membingkai arah gerak kader IMM. Salah satu contoh dalam
dunia perkuliahan adalah dalam Intelektualitas. Seorang kader IMM sudah
semestinya memiliki pengetahuan yang lebih daripada yang lain. Pengetahuan di
sini dapat berupa pengetahuan akademik ataupun non akademik.
Pun demikian halnya dalam hal Humanitas,
sikap toleransi dan kepedulian sosial kader IMM harus lebih dari yang lainnya.
Ketika kehidupan digilas oleh roda Globalisasi yang menyebabkan perilaku individual
semakin tinggi, bukan berarti kader IMM harus terjagkit gejala yang sama yakni
individual. Terlepas dari kebaikan-kebaikan yang lebih cenderung kepada hal
yang bersifat duniawi, tidak terlupakan juga sesuatu yang sangat penting, yaitu
religiusitas. IMM akan selalu berkaitan dengan Muhammadiyah.
Dan tentu saja ketika berbicara seputar
Muhammadiyah, hal terdekat yang akan dibahas adalah Islam. Islam mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu mensejajarkan antara urusan dunia dan akhirat.
Artinya ketika urusan-urusan dunia telah dipenuhi, jangan lupa untuk memenuhi
urusan akhirat pula. Maka dari itu, seorang kader IMM juga harus unggul dalam
hal religiusitas. Hubungan vertikal dengan sang pencipta harus
selalu berprogres.
Sudahkah Kader IMM berfastabiqul Khairat?
Manusia adalah
makhluk Allah yang paling sempurna. Ia diberikan akal, pikiran,hati dan juga
nafsu yang memungkinkannya dapat melihat dan meniti jalan yang benar.
Terlepas dari itu semua, sesungguhnya manusia hanyalah makhluk kecil ciptaan Allah
yang berada di bawah Kuasanya. Manusia selalu memiliki naluri untuk menuju
kepada kebenaran, akan tetapi, nafsulah yang sering kali membelokkan
langkahnya. Pun demikian halnya dengan kader IMM.
Mereka hanyalah manusia seperti yang lainnya.
Ketika ditanya sudahkah Kader IMM berfastabiqul Khairat. Jawaban paling tepat
adalah masih dalam proses. Ya, mengapa demikian? Manusia pada umumnya memiliki
kadar keimanan yang fluktuatif. Ada kalanya dengan semangat yang menggebu-gebu
untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Tetapi, ada kalanya semangat itu
menurun karena berbagai faktor. Terlepas dari semua itu, dengan segala upaya
penyemangat dari rekan-rekan yang lain, semangat untuk berfastabiqul khairat
akan terus tumbuh dan berkembang. Itulah makna ikatan yang sebenarnya. Saling
tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, saling mengingatkan dan sling
menguatkan.
Kebaikan dalam wujud apapun datangnya dari
Allah SWT itu sifatnya pasti dan hakiki tidak bisa dibantah dan ditawar lagi,
sehingga manusia diberi tugas untuk menyebarkannya dan tidak mungkin bisa
dikalahkan. Sedangkan keburukan dengan segala konsekuensinya baik yang tampak
maupun yang tersembunyi sudah pasti datangnya dari syaitan dan itu juga sudah
jelas walaupun bentuknya bisa saja disamarkan seolah merupakan kebaikan dan
kesenangan, namun kewajiban manusia harus selalu mewaspadai, menyadari
(menginsyafi) dan menjauhinya agar tidak terjerumus lebih jauh lagi kedalam
langkah dan tingkah laku dari kehidupan syaitan tersebut. Berfirman Allah SWT:
” Barang siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya. ‘ Dan barang siapa yang
mengerjakan kejahatan seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula.”
(Qs Az Zalzalah ayat 7-8)
Billahi fii
sabilil haq, fastabiqul khairat
Wassalamu’alaikum warahmatullahii
wabarakatuh
Sumber:
Post
by: +Alfha Sari